Fatwa Keagamaan Interdisipliner tentang Perkawinan Anak
SuaR Indonesia dan YGSI gagas fatwa cegah perkawinan anak lewat pendekatan lintas ilmu dan dukungan usia nikah minimal 19 tahun.
ARTIKEL
SuaR Indonesia
7/4/20251 min read
Jember, 3 Juli 2025 – Perkumpulan SuaR Indonesia bersama Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) menggelar forum di Gedung Bakorwil Jember yang bertujuan mendorong lahirnya fatwa keagamaan tentang pencegahan perkawinan anak melalui pendekatan lintas disiplin ilmu. Kegiatan ini dihadiri 35 peserta dari berbagai kalangan—tokoh agama, akademisi, psikolog, praktisi hukum, organisasi perempuan, hingga penyintas perkawinan anak.
Forum ini merupakan bagian dari program Power to Youth yang fokus pada isu perkawinan anak, kehamilan remaja, dan kekerasan berbasis gender, khususnya di wilayah Silo dan Ledokombo, Jember. KH. Abdul Haris dari MUI Jember menekankan pentingnya memahami teks keagamaan secara kontekstual dan tidak menjadikan praktik masa lalu sebagai justifikasi kondisi saat ini. Dari sisi psikologi, Dr. Nasruliah menyoroti bahwa remaja pemohon dispensasi kawin umumnya belum matang secara emosional. Data dari DP3AKB Jember menunjukkan bahwa praktik dispensasi nikah masih tinggi, dengan banyak pemohon berusia di bawah 17 tahun.


Mendorong Fatwa Keagamaan untuk Pencegahan Perkawinan Anak
Ni’mal Baroya memaparkan bahwa perkawinan anak berdampak pada rendahnya Indeks Pembangunan Manusia serta tingginya angka stunting, AKI, dan AKB. Sementara itu, LBM NU dan Komisi Fatwa MUI Jember menekankan bahwa meskipun fiqh klasik tidak menetapkan batas usia, prinsip kemaslahatan dan kesiapan tetap utama—selaras dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang batas usia minimal 19 tahun.
Forum menyepakati perlunya fatwa keagamaan yang mendukung usia minimal 19 tahun, pemantauan dispensasi nikah, serta edukasi menyeluruh tentang kesiapan menikah. Draft fatwa yang dirumuskan akan disosialisasikan melalui tokoh agama, sekolah, dan komunitas. Kegiatan ini menunjukkan bahwa pencegahan perkawinan anak perlu pendekatan kolaboratif dan kontekstual, dengan perpaduan nilai agama, ilmu pengetahuan, dan pengalaman lapangan untuk melindungi masa depan generasi Indonesia.

